Sebelum kota Makkah dipimpin oleh suku Khuza`ah, yang memerintah kota Makkah adalah suku Jurhum. Suku ini, dengan semena-mena dalam memerintah Masyarakat Makkah. Kesewenang-wenangan terjadi dimana-mana. Sampai suatu ketika Masyarakat sudah tidak tahan lagi dan memberontak, sehingga suku Jurhum terusir dari kota Makkah. Namun sebelum pergi meninggalkan Kota Makkah, suku Jurhum menimbun sumur Zam-zam, sehingga Zam-zam sekitar kurang lebih 500 tahun hilang. Kembali pada Kisah Syaibah putra Hasyim. Setelah Muthalib adik Hasyim membawa Abdul Muthalib ( Syaibah ibn Hasyim ) ke kota makkah, maka banyak pelajaran yang diperoleh oleh Abdul Muthalib dalam mengurus Ka`bah Baitullah. Suasana kehidupan Abdul Muthalib saat itu sangat menyenangkan. Hingga pada suatu saat, ada paman tirinya yang bernama Nawfal, mau merampas Tanah pertanian peninggalan Hasyim yang menjadi Hak Abdul Muthalib. Sehingga terjadilah perselisihan. Namun Paman asuhnya Muthalib yang saat itu sudah tua membantu menyelesaikan masalah tersebut, sehingga Abdul Muthalib berhasil mendapatkan Haknya kembali. Tidak berselang lama kemudian Paman Asuhnya Muthalib Meninggal Dunia. Pemuda Abdul Muthalib ini memang tidak mengecewakan harapan-harapan pamannya yang sudah meninggal. Bakatnya yang melekat padanya sejak awal membuat Abdul Muthalib mengerti sekali pekerjaan Paman Asuhnya Muthalib yang sudah meninggal. Sehingga semua Masyarakat Makkah sepeninggal Muthalib, menyerahkan tanggung Jawab Penuh kepada abdul Muthalib untuk menjaga Ka`bah Baitullah sekaligus menyiapkan Makanan dan minuman bagi Jamaah haji. Bahkan, Saking telatennya Masyarakat Makkah menganggap Abdul Muthalib lebih sempurna dalam mengemban tanggung jawab dari Muthalib. Waktu berjalan terus dengan segala kejadiannya, termasuk Abdul Muthalib yang selalu menjaga dan mengurus Ka`bah dengan segala suka dan dukanya. Abdul Muthalib pun sudah menikah dan mempunyai anak. Keseharian Abdul Muthalib yyang paling disukai adalah berada di Ka`bah. Disebelah barat laut ka`bah terdapat tembok pendek berbentuk setengah lingkaran, biasanya Orang-orang menyebut Hijr Ismail. Karena ada bekas ibu jari kaki Ismail dan Hajar didekat batu yang melapisi tembok itu. Seringkali Abdul Muthalib menghamparkan tikar didalam Hijr Ismail tersebut. Hingga, pada suatu malam ketika sedang tidur disitu, ada sosok bayangan menghampirinya dan berkata : " Galilah sumber air yang Manis ". Abdul Muthalib Penasaran dan hatinya tidak tenang ketika terbangun. Esoknya, Bayangan itu datang lagi dan berkata : " Galilah Keberuntungan ". Rasa Penasarannya semakin menjadi-jadi. Sampai dengan malam ke empat bayangan itupun datang lagi dan Berkata : " Galilah Zam-zam ". Abdul Muthalib bangun dan bertanya : " Apa Zam-zam itu ..? ". Sosok Bayangan itupun menjawab: " Galilah Zam-zam, maka Engkau tidak akan pernah menyesal, karena itu adalah pusaka yang amat Kaya dari nenek moyangmu yang paling luhur, Zam-zam tidak akan pernah kering, tidak juga berkurang dalam memenuhi kebutuhan Jamaah Haji , Carilah suatu tempat yang lembab, penuh kotoran dan biasanya burung gagak mematuk-matuk ". Kemudian Abdul Muthalib memperhatikan daerah sekitar, dan matanya tertuju pada suatu tempat yang sudah digambarkan bayangan tadi. Maka Abdul Muthalib segera pulang ke Rumahnya untuk mengambil peralatan menggali tempat itu, dengan mengajak satu anaknya yang bernama Harist. Sesampai didalam ka`bah Abdul Muthalib dan putranya Harist segera menggali tempat yang sudah digambarkan oleh bayangan yang pernah membisikinya. Suara Galian itu mengundang perhatian Masyarakat, sehingga Masyarakat berduyun-duyun datang mengahampirinya. Ada yang setuju, dan ada yang tidak setuju dengan tindakan penggalian Abdul Muthalib ini. Tapi, Abdul Muthalib dan Anaknya tidak memperdulikan mereka, dia terus menggali dan menggali tanpa berhenti. Masyarakat yang datang kesitupun bosan, satu-per satu meninggalkannya. Dan ketika semua Orang yang datang hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba Alat Gali Abdul Muthalib membentur Satu benda, dan ternyata benda itu adalah peti harta karun Suku Jurhum yang ditanam disitu untuk menyumpal Sumber Sumur Zam-zam. Maka Orang-orang yang sudah meninggalkannya tadi, kembali membludak mendatangi Abdul Muthalib. Akhirnya, peti harta itu diangkat bersama-sama. Setelah peti itu diangkat maka Air Zam-zam menyembur keatas. Dengan adanya kejadian ini, Zam-zam yang hilang 500 tahun telah ditemukan kembali.
------------------------------
Riwayat Bani Hasyim Pada waktu itu, apabila mata memandang pelataran Ka`bah Baitullah, maka akan tampak begitu banyak berhala - berhala yang dibuat sesembahan oleh Masyarakat Makkah. Tidak hanya puluhan, bahkan Ratusan berhala berjejer disebelah ka`bah. Dari Mulai yang terbuat dari Emas dan Perak sampai yang terbuat dari Makanan pun ada. Perbedaan - perbedaan berhala ini, menjadi simbol yang dapat membedakan latar belakang ekonomi Masyarakat Makkah saat itu. Yang paling mewah pada waktu itu adalah berhala LATTA dan UZZA. Semua Masyarakat adalah Penyembah Berhala. Namun demikian, bagi Abdul Muthalib sendiri, Alloh adalah Realitas tertinggi. Dia tidak ragu, Abdul Muthalib lebih dekat dengan Agama Ibrohim a.s ketimbang kepercayaan Masyarakat Makkah. Abdul Muthalib mengenal baik dengan orang-orang yang " Hanif ". yang selalu berpegang pada Agama Samawi. Diantaranya adalah Waraqah, seorang hanif yang paling dihormati. Waraqah dapat membaca, maka dia mempelajari Kitab-Kitab terdahulu, terlebih Injil. Dan Warakah mempunyai saudara dekat yang bernama Quthaylah. Dia sering membicarakan berbagai hal dengan Qutaylah. Kata-kata Waraqah sangat membekas dihati Qutaylah, bahwa sebentar lagi akan muncul seorang Nabi di Makkah. Kembali pada Kisah Abdullah. Pada saat pengorbanan Unta bagi Abdullah telah dilakukan dan diterima, Abdul Muthalib berfikir untuk mencarikan jodoh bagi Putra Kesayangannya. Abdullah adalah seorang Pemuda yang Santun terhadap siapa saja, Cerdas, Bijaksana dan Wajahnya sangat Tampan rupawan, sehingga Masyrakat Makkah saat itu sangat menghormatinya, meskipun Abdullah masih muda. Dan rata-rata Gadis Makkah saat itu sangat ming-idam-idamkan bersanding dengan Abdullah. Maka, Abul Muthalib berfikir keras, siapa yang kira-kira Pantas bersanding dengan Abdullah. Setelah, Abdul Muthalib mengamati Gadis-Gadis Makkah, Pengamatannya tertuju pada Seorang Gadis yang memang sudah tersohor Kecantikannya. Dia dekati, sungguh Abdul Muthalib Melihat Gadis ini pun Punya Kesantunan yang sama dengan Putranya, punya Kebijaksanaan dengan Putranya. Akhirnya, setelah menimbang - nimbang, maka jatuh lah pilihan nya pada Gadis tersebut, dia adalah AMINAH. Putrinya Wahab, cucunya Zuhrah saudaranya Qushay. Kemudian, tidak menunggu lama, Abdul Muthalib mendatangi Rumah Wahab untuk meminta Putrinya Aminah dinikahkan dengan Putranya Abdullah. Wahab pun tanpa berfikir panjang, langsung menyetujui rencana Abdul Muthalib tersebut. Dengan begitu, segera dilakukan persiapan - persiapan untuk Pesta Perkawinan antara Abdullah bin Abdul Muthalib dengan Aminah binti Wahab. Pada hari yang telah ditentukan, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya Abdullah untuk mendatangi Rumahnya Wahab untuk dinikahkan dengan putrinya Aminah. Semua Masyarakat Makkah keluar rumah, menyaksikan perjalanan Abdul Muthalib bersama Abdullah menuju Rumah Aminah, tidak terkecuali Qutaylah, saudaranya Waraqah. Dia berdiri didepan pintu rumahnya, supaya dapat menyaksikan perayaan yang telah diketahui oleh seluruh Penduduk Makkah sebagai Upacara pernikahan besar-besaran.Langkah Abdullah dan ayahnya yang berwibawa memperindah pemandangan saat itu. Ketika langkah mereka berdua cukup dekat dengan Qutaylah, Qutaylah hanya memperhatikan Abdullah saja. Dalam benaknya, Ketampanan Abdullah seperti Yusuf pada Zamannya. Semua Gadis yang menyaksikan perjalanan ini pasti terpesona, tidak terkecuali Qutaylah. Qutaylah sering terpesona, tapi tidak sedahsyat kali ini. Cahaya yang memancar di wajah Abdullah, yang menurutnya memancar dari luar dunia ini. " Apakah, Abdullah adalah Nabi yang telah dinati - nantikan ?". Batin Qutaylah. Karena tidak sanggup menahan gelora peonanya, maka Qutaylah lebih mendekat dan kemudian mullahenyapa Abdullah. Serta merta Abdul Muthalib melepaskan gandengan tangannya, seakan menyuh Abdullah untuk berbincang sebentar denga Qutaylah. Abdullah pun menyapanya. Saking tidak tahannya Qutaylah sampai berucap : " Wahai Abdullah, tetaplah enkau disini, dan jadikanlah aku istrimu .., dan puluhan unta yang aku miliki menjadi milikmu ". Dengan tanpa malu-malu Qutaylah mengucapkan seperti itu, meskipun dia tahu Abdullah sedang menuju ke Pelaminan, untuk bersanding dengan Aminah binti Wahab. Maka, dengan Santun dan tidak menyakiti Hati Qutaylah, ditolaknya permintaan itu dengan halus. " Wahai Qutaylah, Aku harus menuruti perintah Ayahku, dan aku tidak dapat melanggar perintahnya serta Aku tidak mungkin Meninggalkannya ". Jawab Abdullah. Setelah itu, Abdul Muthalib dan Abdullah meneruskan perjalannya menuju ke rumah pelaminan. Sesamapi dirumah Aminah prosesi pernikahan pun dilangsungkan. Semua Masyarakat Makkah pada menyaksikan pernikahan ini, Abdullah yang Santun, cerdas, bijaksana dan Tampan bersanding dengan Aminah yang santun, cerdas, bijaksana dan Ayu rupawan.
Riwayat bani Hasyim Abdullah dan Aminah, mengarungi rumah tangganya dengan bahagia. Setelah beberapa hari melewati masa - masa pengantin baru, Abdullah keluar untuk mengambil sesuatu dirumahnya sendiri. Pada saat itu dia berpapasan dengan Qutaylah saudara perempuannya Waraqah. Mata Qutaylah menatap wajah Abdullah dengan seksama ketika mereka sama-sama berhenti. Namun tidak satu katapun yang keluar dari bibir Qutaylah. Pada saat Qutaylah diam saja, Abdullah memberanikan diri bertanya mengapa dia tidak menegur seperti biasanya. Qutaylah pun menjawab : " Cahaya yang memancar diwajahmu Kemarin telah Hilang, wahai Abdullah ". setelah berbincang beberapa saat merekapun meneruskan perjalanannya masing-masing. Abdullah, Kesehariannya adalah berdagang. Pada suatu hari, ketika usia perkawinannya menginjak enam bulanan, Abdullah berpamitan kepada Aminah untuk melakukan perjalanan dagang ke Syria bersama denga Kakaknya Harist. Aminah terasa berat melepaskan kepergian Abdullah saat itu, namun demi melaksanakan tugas seorang suami, maka Aminah mengijinkannya. Sesampai di Syria dagangan yang dibawa oleh Abdullah dan Harist habis terjual dengan memperoleh keuntungan yang lumayan banyak. Kemudian, dia segera mencari barang pesanan, yang telah dipesan oleh oran-orang Makkah. Setelah dapat, mereka berdua bergegas untuk pulang kembali ke Makkah. Setelah perjalanan pulang sampai di Yatsrib, Abdullah dan Harist, mampir ke Rumah Neneknya Salma untuk berkunjung dan sekaligus beristirahat.Namun, tiba-tiba badan Abdullah terasa sakit. Sakitnya bertambah parah. Akhirnya, Alloh yang menguasai umur seseorang mengambil nyawa Abdullah di Yatsrib. Abdullah meninggal dunia, ketika umurnya masih sangat muda. Sedangkan Istrinya saat itu sedang mengandung Anaknya. Harist pun pulang sendirian ke Makkah, sesampainya di makkah, wajahnya diselimuti duka yang teramat mendalam. Dengan terbata-bata dia ceritakan perjalanannya bersama adiknya, samapai adiknya Abdullah meninggal dunia di Yatsrib. Aminah pun lemas, mendengar cerita tersebut. Dengan lembut dia sentuh Anak Abdullah yang ada dikandungannya. Kandungan ini, yang masih menguatkan Aminah untuk bertahan dari goncangan hidup ditinggal mati sang suami. Dan Aminah semakin terhibur dengan semakin dekatnya masa kelahiran bayinya. Aminah mengetahui bahwa ada suatu cahaya yang memancar didalam Kandungannya. Pada suatu hari, cahaya itu bersinar terang benderang, hingga dengan sinarnya, Aminah mampu melihat Kastil-kastil Bostra di Syiria.inilah cahaya yang berpindah dari wajah Abdullah kedalam Kandungan Aminah. Sinar yang memancar tadi bertambah terang, dan tiba-tiba ada suara : " Engkau mengandung seorang pemimpin seluruh Umat manusia. Jika Ia telah lahir, katakanlah " Aku menyerahkan perlindungan Anak ini kepada Alloh SWT dari segala kejahatan oran-orang jahat, dan namailah Ia MUHAMMAD". Aminah bergetar tubuhnya demi mendengar suara ini. Pada saat Malaikat Jibril mengumandangkan seruannya, tetang saat-saat menjelang kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW, maka bergoncanglah `Arsy, karena merasa gembira mendengar berita itu. Dan bertambah-tambah takutnya `Arsy kepada Alloh. Langitpun penuh dengan cahaya yang gemerlapan. Sedang, para Malaikat bergemuruh mengucap Tahlil..Tahmid..dan Istighfar. Lalu, ketika Aminah sudah merasakan Bayi yang dikandung akan segera Lahir dengan seidzin Alloh SWT Pencipta Makhluk, maka Lahirlah MUHAMMAD SAW DALAM KEADAAN SUJUD, sebagai pernyataan syukur dan puji-pujinya kepada Allo. Sedangkan, Raut wajahnya bagaikan Bulan Purnama yang mencapai Kesempurnaan. Setelah mendengar Kelahiran cucunya, Abdul Muthalib langsung datang ke rumah Aminah. Dia langsung menggendong cucunya tersayang. Ia membawanya ke Ka`bah dan masuk bersamanya ke Baitullah. Ia memanjatkan do`a syukur kepada Alloh atas semua karunianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar