Jumat, 08 Juli 2011

AL FIIL : 1 - BISYIDDATIL MAHABBAH LIL KA'BAH

Alam Tara [ apakah kamu tidak memperhatikan  ] dan tidak mengetahui atas keyakinan yang kamu peroleh dari mendengar suatu kejadian yang sudah terjadi dan akan terjadi yang diberitahukan oleh Rabb mu….Kaifa Fa’ala Rabbuka [ bagaimana Rabb mu telah bertindak ] mengajari mu dengan risalah Nya, membuat agamamu dapat mengalahkan agama – agama lainnya dan menyelamatkanmu dari semua musuh – musuhmu dengan kekuatan Nya Yang Maha Mengalahkan….Bi Ashhaabi Al Fiili [ terhadap tentara gajah ] pasukan Abrahah bin Ash Shabah Al Asyram yang diutus oleh penguasa Yaman Ashamah An Najasyi.

Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah karena ia telah membangun sebuah gereja di Shana’a yang diberi nama Qulais dengan tujuan agar para jamaah haji berpaling dari Makkah ke Shana’a.

Ketika berita tentang keinginan Abrahah tersebar maka ada seorang laki – laki dari Bani Kinanah atau dari An Nas’ah pada suatu malam pergi ke gereja Qulais lalu buang air besar di sana dan melumuri mihrab gereja tersebut dengan kotorannya.

Ketika tindakan laki – laki tersebut terdengar oleh Abrahah maka ia pun marah besar dan bersumpah akan segera berangkat ke Makkah untuk menghancurkan kota tersebut.

Sebelum Abrahah memutuskan berangkat, ia terlebih dahulu mengutus orang kepercayaannya untuk pergi ke Makkah dan menemui Bani Kinanah serta mengajak masyarakat di sana untuk berziarah ke gereja yang didirikannya. Namun Bani Kinanah bukannya menyambut utusan tersebut dan menjamunya, tetapi malah membunuhnya.

Abrahah semakin murka dengan gejolak amarah dan kemarahan yang sangat besar segera menyiapkan kekuatan pasukan yang besar dari Habasyah yang beberapa diantaranya menungganggi gajah. Diantara gajah – gajah tersebut ada satu gajah yang sangat besar yang bernama Mahmud yang sangat kuat dan biasanya diperintahkan untuk menghancurkan bangunan.

Masyarakat Kota Makkah pun sangat resah dan panik bercampur dengan ketakutan. Rasa ketakutan dan kepanikan itupun akhirnya berubah menjadi rasa semangat untuk mempertahankan kampong halaman mereka tatkala mereka mengetahui bahwa Abrahah berniat untuk menghancurkan Ka’bah Baitullah.

Salah seorang dari mereka yang bersemangat itu adalah Dzu Nafar, ia mengajak kaumnya dan siapapun yang mau ikut bersamanya untuk menghalau dan melawan tentara Abrahah untuk mempertahankan dan memperjuangkan Ka’bah Baitullah. Maka masyarakat Arab dari berbagai macam kabilah berbondong – bondong menyambut seruan Dzu Nafar karena rasa cinta mereka kepada Ka’bah.

Dzu Nafar dan pasukan gabungannya menghalau Abrahah dengan tentara gajahnya di luar Kota Makkah, namun kekuatan yang dibawa oleh Dzu Nafar tidak sebanding dengan kekuatan tentara Abrahah sehingga mereka kalah dalam pertempuran tersebut. Beberapa yang masih hidup termasuk Dzu Nafar ditawan oleh Abrahah untuk segera dihukum mati.

Sebelum Dzu Nafar dieksekusi mati, dia berkata kepada Abrahah : Wahai sang penguasa, janganlah engkau mengeksekusi diriku saat ini karena barangkali saja hidupku akan membawa manfaat dan kebaikan untukmu nanti.

Abrahah adalah pimpinan pasukan yang cerdas dan ahli strategi perang ini setuju dengan usulan Dzu Nafar dan membatalkan eksekusi kepada dirinya, dia hanya dijadikan tawanan dengan dipakaikan kepadanya rantai di tangan dan kakinya.

Abrahah kembali bergerak menuju Kota Makkah, namun di daerah Khats’am mereka kembali mendapatkan rintangan lagi dari Kabilah Khats’am yaitu Syahran dan Nahis serta beberapa kabilah lainnya yang dipimpin oleh Nufail bin Hubaib Al Khats’ami.

Kekuatan Nufail bin Hubaib Al Khats’ami pun tidak berimbang dengan kekuatan pasukan Abrahah, maka dengan mudah mereka dapat ditaklukkan oleh kekuatan pasukan Abrahah. Nufail dan beberapa pasukannya yang masih hidup pun di sandera untuk segera dihukum mati.

Ketika akan dieksekusi, Nufail berkata kepada Abrahah : Wahai sang penguasa, janganlah kamu membunuhku karena aku bisa menjadi penunjuk jalan bagimu menuju Makkah. Kalian boleh mengambil tampuk kekuasaanku terhadap dua kabilah Khats’am, kedua kabilah tersebut akan tunduk kepada setiap perintahmu. Abrahah pun mengampuni Nufail dan menjadikannya sebagai pemandu jalan menuju Makkah.

Ketika Abrahah dan pasukannya sampai di kota Thaif, beberapa orang dari bani Tsaqif yang dipimpin oleh Mas’ud bin Mu’attib menemui mereka, lalu Mas’ud berkata : Wahai sang penguasa, ketahuilah bahwa kami bukanlah orang – orang yang ingin menghadang dan menghalangi kamu, rumah kami ini yaitu Laata bukanlah yang kamu mau, yang kamu inginkan adalah rumah yang ada di Makkah, maka dengan senang hati kami akan mengutus satu orang untuk menjadi petunjuk jalan kalian menuju kota tersebut.

Abrahah juga memberi ampunan kepada penduduk Tha’if dengan tidak menyerang mereka, namun Abrahah mengambil satu orang diantara mereka yang dapat menunjukkan jalan ke Kota Makkah. Orang tersebut adalah Abu Righal. Akan tetapi sesampainya mereka di daerah Mughammis, Abu Righal yang menuntun mereka meninggal dunia, lalu dia dikuburkan disana. Dari sejak itu makam Abu Righal selalu dilempari batu oleh masyarakat Arab hingga kini karena dia di cap sebagai penghianat.

Sepeninggal Abu Righal kemudian Abrahah mengutus satu orang kepercayaannya yang bernama Al Aswad bin Maqsud untuk menunggang kuda menuju Makkah supaya lebih cepat sampai di Makkah dan bertemu dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Haram, diantaranya adalah kaum Quraisy, Kinanah, Hudzail dan lainnya.

Para penduduk Makkah sedang merundingkan apa yang sebaiknya mereka lakukan dan mereka sebenarnya ingin mempertahankan tanah kelahiran mereka, namun mereka sadar bahwa tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan tentara bergajah Abrahah.

Akhirnya mereka memutuskan untuk mengumpulkan harta – harta mereka untuk menebus kota mereka agar tidak diserang oleh pasukan Abrahah, bahkan Abdul Munthallib bin Hasyim memberikan 200 ekor untanya sebagai penebusnya. Al Aswad bin Maqsud pun kembali dan melaporkan kepada Abrahah perihal apa yang menjadi keputusan masyarakat Makkah dengan menyerahkan harta dan uang tebusan yang dikumpulkan mereka agar kota mereka tidak diserang.

Kembali Abrahah mengutus utusan yang lain untuk bertemu masyarakat Kota Makkah, dia adalah Hunathah Al Hamiri untuk menanyakan siapakah diantara masyarakat Makkah yang dituakan dan yang paling berkuasa di kota tersebut. Hunathah pun diutus untuk memberitahukan kepada masyarakat Kota Makkah bahwa Abrahah datang bukan untuk memerangi kota tersebut, mereka hanya datang untuk menghancurkan sebuah rumah yang dikenal sebagai Ka’bah, jadi apabila masyarakat Makkah tidak menghalang – halangi apa yang akan dilakukan oleh Abrahah dan pasukannya maka masyarakat Makkah akan dibiarkan hidup karena tidak perlu adanya peperangan, namun jika masyarakat Makkah menghalang – halanginya maka itu artinya masyarakat Makkah memilih berperang dengan pasukannya.

Para penduduk Makkah menunjuk Abdul Munthallib bin Hasyim sebagai orang yang paling dihormati. Lalu Hunathah Al Hamiri pun menemuinya memberitahukan pesan Abrahah kepadanya. Abdul Munthallib menjawab : Aku bersumpah bahwa kami sama sekali tidak ingin berperang dengan Abrahah dan pasukannya, kami sadar bahwa kami tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi pasukannya. Ketahuilah bahwa rumah ini adalah Rumah Allah yang dibangun Ibrahim bersama putranya, oleh karenanya pastilah Allah yang akan mencegah dari serangan – serangan terhadap rumah tersebut.

Mendengar hal tersebut Hunathah merasa kagum lalu berkata : Jika demikian adanya aku menganjurkan agar anda ikut bersama saya ke perkemahan kami untuk menyampaikannya langsung kepada Abrahah. Abdul Munthallib pun pergi bersama Hunathah dengan mengajak serta beberapa orang dari anaknya untuk pergi ke perkemahan tempat Abrahah dan pasukannya beristirahat.

Sesampainya Abdul Munthallib di perkemahan Abrahah dan pasukannya, dia minta untuk dipertemukan dengan sahabatnya Dzu Nafar yang sedang ditawan oleh Abrahah dan pasukannya. Melalui informasi dari Dzu Nafar maka Abdul Munthallib disarankan untuk menemui Unais sahabat dekat Dzu Nafar yang mengurus gajah – gajah Abrahah.

Melalui Unais inilah Abdul Munthallib bisa bertemu langsung dengan Abrahah. Abdul Munthallib disambut Abrahah dengan santun karena Abrahah mengetahui bahwa yang dihadapinya adalah orang yang paling disegani dan dihormati di Kota Makkah. Dia mengajak duduk bersama di atas permadaninya di lantai sebagai penghormatannya.

Abrahah bertanya kepada Abdul Munthallib : Apa yang kamu inginkan ?. Abdul Munthallib pun menjawab : Yang aku inginkan adalah penguasa ini mengembalikan 200 ekor untaku yang telah aku berikan sebagai penebus Ka’bah.

Kemudian Abrahah berkata : Pertama kali aku melihatmu aku merasa takjub, namun setelah kamu mengatakan hal itu maka rasa takjubku menjadi hilang, mengapa kamu lebih mementingkan untuk meminta kepadaku 200 ekor unta yang telah kamu berikan, padahal sesaat lagi rumah suci yang menjadi rumah ibadahmu dan rumah ibadah bapak dan kakek moyangmu akan kuhancurkan ? Janganlah engkau membicarakan hal itu.

Abdul Munthallib menjawab : Aku adalah pemilik unta tersebut ( rabbul ibil ) sedangkan rumah suci ada pemiliknya sendiri ( rabbul bait ), biar Dia Sang Pemilik nya sendiri nanti yang akan mencegahmu.

Abrahah berkata : Tidak mungkin Dia Pemilik Rumah Suci itu dapat mencegah rencanaku. Dan Abdul Munthallib pun menjawab : Aku akan membiarkan kau berhadapan dengan Nya, aku hanya meminta unta – untaku.

Akhirnya Abrahah mengembalikan semua unta – unta Abdul Munthallib dan dibawanya kembali menuju Makkah. Sesampainya di Kota Makkah maka Abdul Munthallib menceritakan apa yang dibicarakannya dengan Abrahah kepada masyarakat Makkah. Abdul Munthallib kemudian memerintahkan seluruh masyarakat Kota Makkah untuk mengungsi dari kota tersebut dan pergi ke gunung – gunung atau bukit – bukit agar tidak menjadi sasaran dan terluka akibat ganasnya tentara Abrahah.

Satu – satu wanita yang tidak mau meninggalkan Kota Makkah adalah Aminah binti Wahhab yang sedang mengandung bayinya 8 bulan karena dia ingin tetap melahirkan anaknya di Kota Makkah dan segera membawanya ke Ka’bah sebagai kebiasaan masyarakat Makkah. Wanita itu tidak lain adalah menantu Abdul Munthallib sendiri, istri dari puranya yang bernama Abdullah yang sudah meninggal beberapa bulan sebelumnya.

Aminah binti Wahhab tak henti – hentinya memohon kepada Tuhan nya, Tuhan Ibrahim dan Ismail, Tuhan Pemilik Ka’bah untuk bisa melahirkan anaknya di Kota Makkah berdekatan dengan Ka’bah. Abdul Munthallib pun tak henti – hentinya membujuk Aminah untuk segera mengungsi bersama – sama dengan seluruh masyarakat Makkah.

Abdul Munthallib pun tak kuasa membujuk menantunya untuk meninggalkan Kota Makkah, akhirnya dia menuju Ka’bah dan berpamitan dengan Ka’bah dengan berdoa : Ya Tuhanku, aku tidak bermohon kecuali hanya kepada Mu. Wahai Tuhanku, cegahlah mereka dengan perlindungan Mu. Sesungguhnya orang – orang yang memusuhi rumah ini adalah orang – orang yang memusuhi Mu. Namun tentu saja mereka tidak akan dapat mengalahkan Kekuatan Mu. [ Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak ].

Sehari setelah masyarakat Makkah sudah mengungsi, ketika hari masih sangat pagi, Abrahah menyiapkan diri bersama gajahnya Mahmud dan juga memerintahkan pasukannya untuk mempersiapkan diri dan segera bergerak menuju Kota Makkah.

Di tengah perjalanan ketika Abrahah dan pasukan bergajahnya sampai di daerah yang disebut Mughammis, Nufail bin Hubaib tiba – tiba maju ke depan menghampiri gajah yang membawa Abrahah. Nufail membisikkan kata ke telinga gajah tersebut : Wahai Mahmud, berhentilah kamu ! Dan kembalilah ke tempat asalmu, karena kamu sekarang sedang memasuki batas luar dari negeri Allah, negeri yang Haram.

Seketika setelah Nufail membisikkan kata – kata tersebut kepada mahmud si gajah yang ditunggangi Abrahah, gajah tersebut tiba – tiba menghentikan langkahnya dan terduduk. Suasana menjadi panik hiruk pikuk karena kejadian tersebut, dan hal ini dimanfaatkan oleh Nufail bersama tawanan perang yang lain melarikan diri ke atas gunung.

Sementara pasukan Abrahah terus memaksa mahmud gajah yang paling besar yang dikendarai oleh Abrahah untuk berdiri dan melanjutkan perjalanan, namun gajah tersebut tetap tidak bergerak meskipun mereka telah memukul – mukulnya. Lalu mereka mengambil sebuah tongkat besi dan memukulkannya ke kepala gajah tersebut supaya berdiri dan bergerak menuju ke arah Kota Makkah, namun gajah tersebut tetap mogok tidak mau berdiri dan bergerak, usaha merekapun sia – sia karena gajah tersebut semakin terduduk diam.

Abrahah kelihatan sudah putus asa kemudian dia mengambil sebilah pisau yang tajam dan mengoyak – oyak kuli gajah tersebut agar mau berdiri, namun gajah tersebut tetap menolaknya.

Ketika ada seseorang diantara pasukan Abrahah memalingkan gajah tersebut ke arah Yaman, yaitu arah mereka berasal dan berlawanan dengan arah Kota Makkah dimana Ka’bah berada, maka gajah tersebut segera berdiri dan bergerak berlawanan dengan arah Kota Makkah. Melihat hal tersebut pasukan Abrahah segera menghentikan gajah tersebut, lalu mereka mengalihkan kea rah Kota Syam, maka gajah tersebut berdiri dan bergerak berjalan seperti biasanya, dan pasukan Abrahah kembali segera menghentikannya. Kemudian mereka menghadapkan kembali gajah tersebut ke arah Kota Makkah, dan kembali bahwa gajah tersebut terduduk dan tidak mau berdiri.

Dalam keadaan semakin panik dan kacau karena kemudian gajah – gajah mereka yang lain juga melakukan hal yang sama seperti mahmud gajah Abrahah. Maka mereka dikagetkan dengan suara gemuruh yang menggocangkan tubuh seluruh pasukan Abrahah, tubuh seluruh pasukan Abrahah menjadi limbung karena sumber suara tersebut datangnya dari bumi yang diinjak oleh mereka.

Di Maghammis inilah Allah memulai menunjukkan kekuasaan Nya dengan mengabulkan do’a Aminah binti Wahhab, do’a Abdul Munthallib untuk menjaga Ka’bah yang dibangun oleh kekasih Nya, yaitu Nabi Ibrahim. Bumi di tanah Maghammis merekah dan terbelah, sebagian dari pasukan Abrahah yang berjumlah sekitar 60.000 pasukan bergajah ditelan bumi bersama dengan gajah – gajah mereka, sekejap kemudian bumi yang baru saja merekah dan terbelah tersebut merapat dan menutup kembali dengan mengubur hidup – hidup sebagian pasukan Abrahah dengan gajah – gajahnya.

Dari Ummul mu'minin Aisyah radhiallahu 'anha, berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. bersabda : Ada sepasukan tentera yang hendak memerangi dan menghancurkan Ka'bah, kemudian setelah mereka berada di suatu padang dari tanah lapang,  lalu mereka dibenamkan dalam tanah tadi dari awal hingga terakhir.
Aisyah bertanya : Saya berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada pedagang pasar, serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi, yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah ?

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab : Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan dibangkitkan dari masing-masing kuburnya sesuai  niatnya masing – masing. [ Muttafaq ‘Alaih ].

Pada saat itulah Allah mengutus burung – burung dari arah laut yang mirip dengan burung – burung laut ( khathathiif ). Setiap burung membawa tiga buah batu, satu batu dibawa pada paruhnya dan dua batu lainnya dibawa pada cengkeraman cakarnya. Ukuran batu – batu yang mereka bawa tersebut mirip seperti ukuran kacang humush dan kacang ‘adas.

Tidak ada batu yang mengenai tentara pasukan Abrahah kecuali ia pasti mati karenanya. Namun tidak semua pasukan Abrahah terkena lemparan batu tersebut, diantara mereka berlari keluar dari tempat pembantaian sambil bertanya – tanya tentang keberadaan Nufail bin Hubaib agar ia dapat menunjukkan jalan mereka menuju pulang ke Yaman.

Sungguh pemandangan yang sangat ironis, pasukan Abrahah yang sesaat lalu begitu perkasa tanpa dapat dikalahkan, kini mereka hancur lebur hanya karena dengan lemparan batu oleh burung – burung. Mereka berjatuhan di jalan – jalan, potongan – potongan tubuh mereka bergeletakan di setiap penjuru tempat tersebut.

Abrahah pun tak luput dari lemparan batu dari burung – burung tersebut, para pengawal – pengawal setianya mencoba dan berusaha menyelamatkannya, namun mereka pun akhirnya terkena lemparan juga. Setiap Abrahah melangkahkan kakinya maka salah satu bagian tubuhnya ikut jatuh ambruk terkulai dan mengeluarkan darah dan nanah.

Sebagian kecil dari pasukan Abrahah yang selamat tetap berusah sekuat tenaga untuk menyelamatkan panglima perangnya, dan akhirnya berhasil membawa Abrahah kembali di Kota Shana’a Yaman. Namun yang tersisa dari tubuh Abrahah hanya sedikit sekali, dan Abrahah pun akhirnya mati setelah jantungnya keluar dari dadanya dan berhenti berdetak.

Abrahah sering juga disebut dengan sebutan Al Asram ( yang terbelah ), penyebabnya adalah wajahnya dari kening hingga dagu terdapat garis lurus dari atas ke bawah bekas luka terkena pukulan tameng Aryath salah satu musuhnya di Yaman.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Na Najsyi adalah raja mereka sedangkan Abu Yaksum dan Hujr adalah sahabat raja An Najasyi, dimana Abu Yaksum adalah nama lain dari Abrahah sedangkan Hujr adalah perdana menteri raja. Dalam ekspedisi rencana penghancuran Ka'bah ini raja Najasyi tidak ikut serta dengan pasukan bergajah Abrahah.

Tahun gagalnya Abrahah menghacurkan Ka'bah inilah yang dinamakan sebagai tahun gajah dimana kejadian ini terjadi 50 hari sebelum maulid Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam 12 Rabiul Awwal [ Al Mawardi dalam Tafsirnya ]. Seperti yang disabdakan Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam : Aku dilahirkan pada tahun gajah [ At Tirmidzi ]. Pada saat kejadian tersebut Aminah binti Wahhab ibunda Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam sedang mengandung beliau dengan usia kandungan sekitar 8 bulan.

Abdul Malik bin Marwan pernah bertanya kepada Attab bin Asid : Apakah kamu lebih besar dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam ataukah sebaliknya ?. Attab bin Asid menjawab : Tentu saja Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam lebih besar daripadaku, namun aku lebih tua dari beliau. Beliau lahir pada tahun gajah, sedangkan aku mengetahui bagaimana pemimpin dan panglima dari pasukan bergajah tersebut menjadi buta dan tidak mampu berdiri dihantam oleh batu kerikil oleh burung - burung oleh Allah.

Abu Shalih mengatakan : Aku pernah melihat di rumah Ummu Hani binti Abu Thalib ada dua genggam lebih batu - batu yang dilemparkan burung - burung di langit kepada tentara bergajah. Batu - batu tersebut berwarna hitam dan bergaris merah.

Kisah inilah yang sangat mashur dan selalu diperbincangkan oleh masyarakat Kota Makkah hingga sejak Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam masih kecil setelah masa pengasuhan ibu Halimah Sa'diyah dan diasuh oleh kakeknya Abdul Munthallib beliau selalu mendengar kisah tersebut dari kakeknya dan orang - orang yang menyaksikan kejadian tersebut. Sehingga hal ini yang membuat beliau sangat mencintai Ka'bah dan selalu menghabiskan waktunya di sekitar Ka'bah. Dan ketika beliau sudah diutus dan membacakan surah ini kepada masyarakat Kota Makkah maka kebanyakan dari mereka masih sangat mengingat kejadian tersebut sehingga hampir semua orang yang mendengarkannya menangis tersedu - sedu.

Asyraqal kawnub tihaajan, Alam bersinar-sinar bersuka ria....Biwujudil musthafaa ahmad, Menyambut kelahiran al-Musthafa Ahmad....Wa li ahnil kawni un sun, Riang gembira meliputi penghuninya....Wa suruurun qad tajaddad, Sambung-menyambung tiada henti....Fathrabuu yaa ahlal matsyaanii, Berbahagialah wahai pengikut al-Quran....Fahazaarul yumni gharrad, Burung-burung kemujuran kini berkicau....Wastadhii’uu bi jamaalin, Bersuluhan dengan sinar keindahan....Faaqa fil husni tafarrad, Mengungguli semua yang indah tiada banding....Walanaal busyraa bisa’din, Kini wajiblah kita bersuka cita....Mustamirrin laysa yanfad, Dengan keberuntungan terus-menerus tiada habisnya....Haytsu uutiinaa ‘athaa an, Manakala kita memperoleh anugerah....Jama’al fakhral muu abbad, Padanya terpadu kebanggaan abadi....Fali rabbi kullu hamdin, Bagi Tuhanku segala puji...Jalla an yahshura hul ‘ad, Tiada bilangan mampu mencukupinya....Idz habaa naabi wujuudil al-mushthafaal haadii Muhammad Atas penghormatan yang dilimpahkan-Nya bagi kita dengan lahirnya al-Musthafa al-Haadi Muhammad....Yaa rasuulal-laahi ahlan, Yaa Rasulullah, selamat datang....Bika inna bika nas’ad, Sungguh kami beruntung dengan kehadiranmu....Wabijaahih yaa ilaahii, Semoga Engkau berkenan memberi nikmat karunia-Mu....Judwa balligh kulla maqsh’ad, Mengantarkan kami ke tujuan idaman....Wahdinaa nahja sabiilih, Tunjukilah kami jalan yang ia tempuh....Kay bihii nus’ad wa nursyad, Agar dengannya kami bahagia dan memperoleh kebaikan yang melimpah....Rabbi ballighnaa bijaahih, Tuhanku, demi mulia kedudukannya di sisi-Mu....Fii jiwaarihi khayra maq’ad, Tempatkanlah kami sebaik-baiknya di sisinya....Washalaatul-laahi taghsyaa, Semoga shalawat Allah meliputi selalu....Asyrafar rusli Muhammad, Rasul paling mulia, Muhammad....Wasalaamun mustamirrun, Dan salam terus-menerus....Kulla hiinin yatajaddad, Silih berganti setiap saat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar