Sabtu, 26 Februari 2011

Riwayat Ahlussunah Wal Jamaah

Riwayat i’tiqad (aqidah) Ahlussunah Wal Jamaah

Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, semuanya mudah dan gampang, karena segala sesuatu dapat ditanyakan kepada beliau. Perselisihan paham timbul sesudah Nabi wafat
Yang teramat mulia Nabi Muhammad SAW. Wafat tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriah,  sesuai  dengan 8 Juni 632 M. Pada hari wafat beliau sekumpulan kaum Anshar ( Sahabat-sahabat Nabi yang berasal dari Madinah ) berkumpul di suatu Balairung yang bernama SAQIFAH BANI SA’IDAH untuk mencari khalifah ( pengganti Nabi yang sudah wafat ).
Kaum Anshar ini dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah ( Ketua kaum Anshar dari suku Khazraj ). Mendengar hal ini kaum Muhajirin ( Sahabat-sahabat dari Mekkah yang pindah ke Madinah ) datang bersama-sama ke Balairung itu, dengan dipimpin oleh Saidina Abu Bakar Shiddiq Rda.
Sesudah terjadi perdebatan yang agak sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang setiapnya mengemukakan calon dari pihaknya, bersepakatlah mereka mengangkat Sahabat yang paling utama Saidina Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah yang pertama.
Perdebatan ketika itu hanya terjadi antara golongan kaum Anshar yang mengemukakan Sa’ad bin Ubadah sebagai calonnya dengan kaum Muhajirin yang mengemukakan Saidina Umar bin Khatab atau Saidina Abu Bakar sebagai calon-calon khalifah Nabi.
Dalam rapat itu tidak ada seorangpun yang mengemukakan Saidina’Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah pertama pengganti Nabi. Paham kaum Syi’ah belum ada ketika itu. Yang ada hanya kaum Anshar dan kaum Muhajirin, tetapi ternyata bahwa perselisihan paham antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin tidak menimbulkan firqah dalam ushuluddin, karena perselisihan pendapat sudah selesai dikala Saidina Abu Bakar sudah terangkat dan terpilih secara aklamasi ( suara sepakat ).
Pada tahun 30 Hijriyah timbul paham Syi’ah yang diapi-apikan oleh Abdullah bin Saba’ yang beroposisi terhadap Khalifah Saidina Utsman bin Affan.  Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ketika ia datang ke Madinah tidak begitu dapat penghargaan dari Khalifah dan juga dari ummat Islam yang lain. Oleh karena itu ia jengkel.
Sesudah terjadi “peperangan Siffin”, peperangan saudara sesama Islam, yaitu antara tentara Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu’awiyah bin Abu Sofyan ( Gubernur Syria ) pada tahun 37 Hijriyah timbul pula firqah Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dari Saidina Mu’awiyah Rda. dan dari Saidina ‘Ali Rda. .
Pada permulaan abad ke II H timbul pula Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang dipimpin oleh Washil bin Atha’ (lahir 80 H – wafat 113 H) dan Umar bin Ubeid (Wafat 145 H).
Kaum Mu’tazilah ini mengeluarkan fatwa yang ganjil-ganjil, yang berlainan dan berlawanan dengan i’tikad Nabi dan sahabat-sahabat beliau.
Di antara fatwa-fatwa yang ganjil dari Kaum Mu’tazilah itu, ialah adanya “manzilah bainal manzilatein”, yakni ada tempat di antara dua tempat, ada tempat yang lain selain syurga dan neraka.
Banyak lagi fatwa-fatwa kaum Mu’tazilah, umpamanya fatwa yang mengatakan bahwa sifat Tuhan tidak ada, bahwa Qur’an itu makhluk, bahwa mi’raj Nabi hanya dengan ruh saja, bahwa pertimbangan akal lebih didahulukan dari hadist-hadist Nabi, bahwa syurga dan neraka akan lenyap, dan lain-lain fatwa yang keliru.
Kemudian timbul pula paham Qadariyah yang mengatakan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri, tidak sangkut-paut dengan Tuhan. Hak mencipta telah diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga Tuhan tidak tahu dan tidak perduli lagi apa yang akan dibuat oleh manusia.
Kemudian timbul pula paham, Jabariyah yang mengatakan bahwa sekalian yang terjadi adalah dari Tuhan, manusia tak punya daya apa-apa, tidak ada usaha dan tidak ada ikhiar.
Kemudian timbul pula paham Mujassimah, yakni paham yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk, punya tangan, punya kaki, duduk di atas kursi, turun dari tangga serupa manusia, Tuhan adalah cahaya seperti lampu, dan lain-lain kepercayaan.
Kemudian lahir pula paham-paham yang keliru tentang tawasul dan wasilah, tentang ziarah dan istigatsah dari Ibnu. Thaimiyah yang semuanya mengacaukan dunia Islam dan kaum Muslimin.
Kaum Ahlussunah Wal Jama’ah Muncul pada Abad ke III Hijriyah
Sebagai reaksi dari firqah-firqah yang sesat tadi maka pada akhir abad ke III Hijriyah timbullah golongan yang bernama Kaum Ahlussunah Wal Jama’ah (ASWAJA), yang dikepalai oelh dua orang Ulama besar dalam Ushuluddin, yaitu Syeikh Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari dan Syekh Abu Mansur al Maturidi.
Perkataan Ahlussunah wal Jama’ah kadang-kadang dipendekkan menyebutnya dengan Ahlussunah saja, atau Sunny saja dan kadang-kadang disebut ‘Asy’ari atau Asya’irah, dikaitkan kepada guru besarnya yang pertama Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari.
Sejarah ringkas guru besar ini adalah :
Nama lengkap beliau adalah Abu Hasan ‘Ali bin Ismail, bin Abi Basyar, Ishaq bin Salim, bin Isma’il, bin Abdillah, bin Musa, bin Bilal, bin Abi Burdah, bin Abi Musa al Asy’ari.
Abi Musa ini seorang sahabat Nabi yang terkenal dalam sejarah Islam.
Abu Hasan lahir di Basrah (Iraq) tahun 260 H yakni 55 tahun sesudah meninggalnya Imam Syafi’i Rda dan meninggal di Basrah juga pada tahun 324 H, dalam usia 64 tahun.
Beliau pada mulanya adalah murid dari bapak tirinya seorang Ulama Besar kaum Mu’tazilah, Syeikh Abu ‘Ali Muhammad bin Abdul Wahab al Jabai (meninggal tahun 303 H),  tetapi kemudian beliau taubat dan keluar dari golongan Mu’tazilah itu.
Pada masa itu (abad ke III H) banyak sekali Ulama-ulama Mu’tazilah mengajar di Basrah, Kufah dan Bagdad.
Ada 3 orang Khalifah ‘Abbasiyah yaitu Ma’mun bin Harun ar Rasyid (198 – 218 H), Al Mu’tashim (218 – 227 H) dan Al Watsiq (227 – 232 H) adalah Khalifah-khalifah penganut faham Mu’tazilah atau sekurangnya penyokong-penyokong yang utama dari golongan Mu’tazilah.
Dalam sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah apa yang dinamakan “fitnah Qur’an makhluq” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sepaham dengan kaum Mu’tazilah.
Pada masa Abu Hasan al Asy’ari muda remaja ulama-ulama Mu’tazilah sangat banyak di Basrah, Kufah dan Bagdad. Masa itu masa gilang-gemilang bagi mereka, karena pahamnya disokong oleh pemerintahan.
Imam Abu Hasan termasuk salah seorang pemuda yang belajar kepada seorang Syekh dari Mu’tazilah, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab al Jabai (wafat 303 H).
Pembaca jangan keliru, ini bukan Muhammad bin Abdul Wahab, pembangun Madzhab Wahabi di Nejdi (1115 H – 1206 H).
Imam Abu Hasan al Asy’ari melihat, bahwa dalam paham kaum Mu’tazilah banyak terdapat kesalahan besar, banyak yang bertentangan dengan i’itiqad dan kepercayaan Nabi Muhammad SAW, dan sahabat-sahabat beliau dan banyak yang bertentangan dengan Qur’an dan Hadits.
Maka karena itu beliau keluar dari golongan Mu’tazilah dan taubat kepada Tuhan atas kesalahan-kesalahannya yang lalu. Bukan saja begitu, tetapi beliau tampil kemuka di garis depan untuk melawan dan mengalahkan kaum Mu’tazilah yang salah itu.
Pada suatu hari beliau naik ke sebuah mimbar di Mesjid Basrah yang besar itu dan mengucapkan pidato yang berapi-api dengan suara lantang yang didengar oleh banyak kaum Muslimin yang berkumpul di situ.
Diantara pidato beliau :
“Saudara-saudara Kaum Muslim Yang Terhormat!
Siapa yang sudah mengetahui saya, baiklah, tetapi bagi yang belum mengetahui maka saya ini adalah Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari anak dari Isma’il bin Abi Basyar. Dulu saya berpendapat bahwa Qur’an itu makhluq, bahwa Tuhan Allah tidak bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat, dan bahwasanya manusia menjadikan (menciptakan) perbuatannya, serupa dengan kaum Mu’tazilah.
Nah, sekarang saya nyatakan terus terang bahwa saya telah taubat dari paham Mu’tazilah dan sekarang saya lemparkan i’itiqad Mu’tazilah itu seperti saya melemparkan baju saya ini (ketika itu dibukanya bajunya dan dilemparkan) dan saya setiap saat siap untuk menolak paham Mu’tazilah yang salah dan sesat itu” (Zhumrul Islam IV halaman 67).
Dari mulai tanggal itu Imam Abu Hasan Ali al Asy’ari berjuang melawan kaum Mu’tazilah dengan lisan dan tulisan, berdebat dan bertanding dengan kaum Mu’tazilah di mana-mana, merumuskan dan menuliskan dalam kitab-kitabnya i’itiqad-i’itiqad kaum Ahlussunah wal Jama’ah sehingga nama beliau masyhur sebagai seorang Ulama Tauhid yang dapat menundukkan dan menghancurkan paham Mu’tazilah yang salah itu.
Beliau mengumpulkan sebaik-baiknya dari Qur’an dan Hadits paham-paham atau i’itiqad Nabi Muhammad SAW dan Sahabat-sahabat Nabi, diperincikan dengan sebaik-baiknya.
Beliau mengarang buku-buku Ushuluddin banyak sekali.
Berkata Imam Zabidi, pengarang, Kitab Ittihaf Sadatil Muttaqin syarah Ihya Ulumuddin : “Imam Asy’ari mengarang sekitar 200 kitab” (lihat Ittihat jilid II pagina 7).
Diantara kitab-kitab karangan Imam Abu Hasan al Asy’ari.
  1. Ibanah fi Ushuluddiyanah, 3 jilid besar.
  2. Maqalaatul Islamiyiin.
  3. Al Mujaz, 3 jilid besar.
  4. Dan lain-lain.
Keistimewaan Imam Abu Hasan al Asy’ari dalma menegakkan pahamnya ialah, dengan mengutamakan dalil-dalil dari Qur’an dan Hadits dan juga dengan pertimbangan aqal dan pikiran, tidak seperti kaum Mu’tazilah yang mendasarkan pikirannya kepada aqal dan falsafah yang berasal dari Yunani dalam membicarakan Ushuluddin dan pula tidak seperti kaum Mujassimah (kaum yang menyerupakan Tuhan dengan  makhluq) yang memegang arti lahir dari Qur’an dan Hadits, sehingga sampai mengatakan bahwa Tuhan bertangan, Tuhan bermuka, Tuhan duduk-duduk diatas ‘arsy, dan lain-lain sebagainya.
Alhamdulillah, Imam Abu Hasan al Asy’ari dapat menegakkan paham yang kemudian dinamai “Paham Ahlussunah wal Jama’ah, yaitu paham sebagaimana diyakini dan dii’tiqadkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan para Sahabat-sahabat beliau.
Pada abad-abad berikutnya muncullah ulama-ulama besar kaum Ahlussunah wal Jama’ah yang menyebar-luaskan pengajian-pengajian Imam Abu Hasan al Asy’ari, di antaranya :
  1. Imam Abu Bakar al Qaffal (wafat 365 H).
  2. Imam Abu Ishaq al Asfaraini (wafat 411 H).
  3. Imam al Hafizh al Baihaqi (wafat 458 H).
  4. Imamul Haramain al Juwaini (wafat 460 H).
  5. Imam al Qasim al Qusyairi (wafat 465 H).
  6. Imam al Baqilani (wafat 403 H).
  7. Imam al Gazali (wafat 505 H).
  8. Imam Fakhruddin ar Razi (wafat 606 H).
  9. Imam Izzuddin bin Abdussalam (wafat 660 H).
Ulama-ulama yang tersebut adalah Ulama-ulama penganut dan pendukung yang kuat dari paham Ahlussunah wal Jama’ah yang dibentuk oleh Imam Abu Hasan ‘Ali al Asy’ari.
Kemudian dalam abad-abad seterusnya, banyak muncul Ulama-ulama Ushuluddin di seluruh dunia Islam yang menganut, mempertahankan dan menyiarkan paham Ahlussunah wal Jama’ah yang dibentuk oleh Imam Abu Hasan al Asy’ari ini, di antaranya :
  1. Syeikhul Islam Syeikh Abdullah as Syarqawi (Wafat 1227 H) pengarang kitab Tauhid yang dimasyhurkan dengan nama Kitab Syarqawi.
  2. Syekh Ibrahim al Bajuri (Wafat : 1272 H) pengarang kitab tauhid “Tahqiqul Maqam fi Kifayatil A’wam”, dan kitab “Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid”.
  3. Al Allamah Syeikh Muhammad Nawawi Bantan, seorang Ulama Indonesia yang mengarang kitab, Tauhid “Tijanud Darari”. (Wafat: 1315 H).
  4. Syeikh Zanal Abidin bin Muhammad al Fathani yang mengarang kitab Tauhid bernama “’Aqidatun Najiin fi Ushuliddin”.
  5. Syeikh Husein bin Muhammad al Jasar at Thalabilisi, pengarang kitab Tauhid yang terkenal “Hushunul Hamidiyah”.
  6. Dan lain-lain.
Adapun Imam Mansur Al Maturidi, yang dianggap juga sebagai pembangun Madzhab Ahlussunah wal Jama’ah dalam Ushuluddin nama lengkapnya ialah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud.
Beliau lahir di suatu desa di Samarqand yang bernama “Maturid”. Beliau meninggal di situ juga pada tahun 333 Hijriyah, yaitu 10 tahun sesudah wafatnya Imam Abu Hasan al Asy’ari.
Makam beliau sampai sekarang diziarahi di Samarqand.
Dunia Islam dahulu sampai sekarang menganggap bahwa kedua Imam ini adalah pembangun Madzhab Ahlussunah wal Jama’ah.
Berkata Sayid Mutadha az Zabidi, pengarang kitab “Ittihaf Sadaatul Muttaqin”, yaitu kitab yang mensyarah kitab “Ihya Ulumuddin”, karangan Imam Ghazali :
Artinya :
Apabila disebut “Ahlussunah wal Jama’ah” maka yang dimaksudkan dengan ucapan itu ialah paham atau fatwa-fatwa yang disiarkan oleh Imam Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi (I’tihaf jilid II, halaman 6).
Suatu hal lagi baik juga diketahui bahwa pada umumnya dunia Islam menganggap dalam furu’ syari’at (fikih), yang benar adalah fatwanya Imam-imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, dan dalam Ushuluddin, yang benar dan yang sesuai dengan Qur’an dan Hadits, adalah fatwa kaum Ahlussunah wal Jama’ah.
Kalau pembaca berjalan keliling dunia, dari Barat ke Timur atau dari Utara ke Selatan dan bertanya-tanya tentang Madzhab dalam furu’ syari’at dan dalam i’itiqad di sesuatu daerah Islam, saudara-saudara akan mendapat jawaban begini :
  1. Di Maroko Madzhab Maliki/Ahlussunah wal Jama’ah.
  2. Di Aljazair Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  3. Di Tunisia Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  4. Di Libya Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  5. Di Turki Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  6. Di Mesir Madzhab Hanafi dan Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  7. Di Iraq Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah dan sebagian kecil Syi’ah (Najaf – Karabela).
  8. Di India Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  9. Di Pakistan Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah dan sebagian kecil Syi’ah Isma’iliyah (Agha Khan).
  10. Di Indonesia Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  11. Di Pilipina Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  12. Di Thailand Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  13. Di Malaysia Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  14. Di Somali Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  15. Di Sudan Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  16. Di Negeria Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  17. Di Afganistan Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
  18. Di Libanon Madzhab Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah, sebagian Syi’ah.
  19. Di Hadharamaut Madzhab Syafi’i/Ahlussunah wal Jama’ah.
  20. Di Hijaz Madzhab Syafi’i dan Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah dan sedikit Hambali/Wahabiyah.
  21. Di Nejdi Madzhab Hambali/Wahabiyah.
  22. Di Yaman Madzhab Zaidiyah (Syi’ah), Sebagian Syafi’iyah/Ahlussunah wal Jama’ah.
  23. Di Iran Syi’ah Dua Belas.
  24. Di seluruh daerah Sovyet 90% dari 24.000.000 Muslim adalah Ahlussunah wal Jama’ah/Hanafi, 10% Syi’ah.
  25. Di Tiongkok, Hanafi/Ahlussunah wal Jama’ah.
Begitulah daftarnya pada umumnya.
Nampaklah bahwa sebahagian besar ummat Islam di atas dunia pada zaman sekarang adalah penganut dan pendukung paham Ahlussunah wal Jama’ah.
Sumber: I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah, K.H. Siradjuddin Abbas.
File : Aqidah / I’tiqad Ahlusunnah Wal Jama’ah

====================================================
Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
====================================================
“Apabila disebut nama Ahlussunnah secara umum, maka maksudnya adalah Asya’irah (para pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (para pengikut faham Abu Manshur al-Maturidi” (Ithaf Sadat al-Muttaqin, Muhammad Az-Zabidi, juz 2, hal. 6.). وأما حكمه على الإطلاق وهو الوجوب فمجمع عليه في جميع الملل وواضعه أبو الحسن الأشعري وإليه تنسب أهل السنة حتى لقبوا بالأشاعرة (الفواكه الدواني، أحمد النفراوي المالكي، دار الفكر، بيروت، 1415، ج: 1 ص: 38) “Adapun hukumnya (mempelajari ilmu aqidah) secara umum adalah wajib, maka telah disepakati ulama pada semua ajaran. Dan penyusunnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari, kepadanyalah dinisbatkan (nama) Ahlussunnah sehingga dijuluki dengan Asya’irah (pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari)” (Al-Fawakih ad-Duwani, Ahmad an-Nafrawi al-Maliki, Dar el-Fikr, Beirut, 1415, juz 1, hal. 38). كذلك عند أهل السنة وإمامهم أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي (الفواكه الدواني ج: 1 ص: 103) “Begitu pula menurut Ahlussunnah dan pemimpin mereka Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Al-Fawakih ad-Duwani, juz 1 hal. 103) وأهل الحق عبارة عن أهل السنة أشاعرة وماتريدية أو المراد بهم من كان على سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فيشمل من كان قبل ظهور الشيخين أعني أبا الحسن الأشعري وأبا منصور الماتريدي (حاشية العدوي، علي الصعيدي العدوي، دار الفكر، بيروت، 1412 ج. 1، ص. 151) “Dan Ahlul-Haqq (orang-orang yang berjalan di atas kebenaran) adalah gambaran tentang Ahlussunnah Asya’irah dan Maturidiyah, atau maksudnya mereka adalah orang-orang yang berada di atas sunnah Rasulullah Saw., maka mencakup orang-orang yang hidup sebelum munculnya dua orang syaikh tersebut, yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Hasyiyah Al-’Adwi, Ali Ash-Sha’idi Al-’Adwi, Dar El-Fikr, Beirut, 1412, juz 1, hal. 105). والمراد بالعلماء هم أهل السنة والجماعة وهم أتباع أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي رضي الله عنهما (حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح، أحمد الطحطاوي الحنفي، مكتبة البابي الحلبي، مصر، 1318، ج. 1، ص. 4) “Dan yang dimaksud dengan ulama adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4)
==================================================
Pada saat ini kaum Ahlussunah Wal Jamaah (Ahlusunah/ Sunny) adalah kaum yang paling dimusuhi oleh orang-orang Yahudi dan dan orang-orang  Musyrik.  Diberbagai belahan dunia yang menjadi korban peperangan/pembunuhan  orang muslim sebagian besar adalah kaum Ahlussunah Wal Jamaah.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah,
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik (Al Maaidah: 82)
Ingat,  kaum itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik
Marilah kita intropeksi diri sendiri maupun jamaah/kelompok/organisasi adakah tersusupi kaum itu atau adakah tersusupi pemikiran/pendapat dari kaum itu.
Secara sederhana dapat diartikan jika ada orang/jamaah/kelompok/organisasi muslim namun sama sekali tidak dimusuhi oleh kaum Yahudi maupun kaum Musyrik artinya ada kemungkinan sudah tersusupi orang mereka atau tersusupi pemikiran mereka yang keliru/sesat atau i’tiqad itu sendiri yang tersesati oleh syetan/iblis.
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar